dalam usang yang menekun dipinggiran,
maka sinarnya menyapa buat sang duka.
kerna kau pemilik cahaya,
maka gelar yang itu sudah pasti buat diri tertanya.
"manakah dikau?"
hilang dalam dakapan kisah yang lalu.
hendak punya saja sinar yang padanya milikmu.
bukan kerna nama,
tapi kerna pada hati yang merasa,
tertarik terpikat pada indah suatu yang luhur,
dan padanya kedapatan buahan yang lebat merimbun.
dan juga pada sama tidak serasi malah hampir serupa.
masakan.
"Kerna baik seorang sebelum jahiliyah,
baik lagi ia pabila menyahut ia sinaran iman",
maka bahagia bulan yang dimuliakan,
tidak banyak malah harapan terus dijulang,
agar ikat yang benar terdetik pada hati yang sudah kenal
makna kehidupan;
akur pada yang Kuasa,
bantu sesama manusia.
"agar terdetik.
agar menerima."
panjatku agar diperkenan.
II
walau hampir saja kehabisan bekalan,
kerna ini perjalanan yang panjang.
maka kuturutkan langkah,
menyaksi buat hati merintih,
lihat suatu padanya memapar sinar harapan.
tapi tidak,
maaf dipermula pada setiap bicara
yang mendatang,
sebab memahami,
kerna mengerti,
walau cuba menyendiri.
itu air muka yang bisa faham yang pasti saja
buat hati berduaka sama,
tapi kerna pilih bukan kerna simpati,
dan tahu itu kelemahan dalam diri,
maka sayu tunduk kau merasa rendah
tak bisa memaparkan segalanya.
jadi jangan terus merasa hina.
kau punya cukup sebagaimana semua.
***